Archive November 2009
Es Krim
Pada suatu hari seorang anak kecil masuk ke sebuah restoran terkenal. Dengan langkah riang dan sedikit berlari, anak kecil itu duduk di salah satu bangku kosong di sana. “Sangat Ramai.” gumamnya. Anak kecil itu kemudian mengangkat tangannya untuk memanggil salah satu pelayan restoran. Seorang pelayan perempuan pun segera datang menghampiri anak kecil itu dengan membawa buku menu makanan.
“Mau pesan apa, dik?” Tanya pelayan itu. “Berapa harga satu porsi es krim bertabur strawbery dan coklat itu?” Si anak balik bertanya sambil menunjuk salah satu gambar yang terpampang di tembok restoran.
Pensil
Pada jaman dulu, pensil dibuat secara manual dalam arti tidak menggunakan mesin-mesin canggih seperti sekarang. Sebelum merakit pensil, seorang tukang pensil memilih kayu kecil yang benar-benar lurus dengan ukuran yang sesuai. Sesudah itu ia akan membelah kayu menjadi dua tepat di tengah. Di tengah-tengah belahan kayu tersebut dipasang batangan grafit. Sepasang kayu tersebut kemudian diolesi lem dan dikatupkan kembali.
Proses itu pulalah yang dilakukan oleh Charles. Charles adalah seorang tukang pensil yang cukup terkenal. Memang, tidak banyak orang yang bisa membaca dan menulis waktu itu. Hanya orang-orang tertentu saja yang membutuhkan jasa Charles. Biasanya kaum bangsawan maupun keluarga kerajaan. Sehingga, kedudukan pembuat pensil di mata masyarakat waktu itu pun juga cukup terpandang.
Seratus Dollar
Seorang motivator dunia berdiri di atas mimbar. Ya, dia memang bertugas untuk memberi motivasi kepada sebuah perhimpunan pegawai perusahaan. Ruang seminar di hotel itu penuh dengan orang. Sekitar 300 pegawai berpakaian rapi sudah berkumpul dan duduk tenang di kursinya masing-masing. Mata mereka memandang ke arah motivator itu, seakan mengharap ada pencerahan baru yang didapatkan.
Dengan tenang, motivator mengeluarkan selembar uang seratus dollar dari sakunya. Uang itu tampak masih sangat baru. “Siapa yang mau uang ini?” serunya. Semua hadirin mengangkat tangannya tanda setuju. Beberapa diantaranya sambil senyum-senyum sendiri dan bertanya-tanya dalam hati apa maksud motivator itu.
Semut dan Belalang
Pada suatu hari dunia serangga hiduplah Semut dan Belalang. Semut adalah sosok yang rajin. Pada musim panas ia bekerja keras sekuat tenaga. Kegagalan demi kegagalan ia dapati, tetapi semut tidak menyerah. Akhirnya semut pun berhasil mendirikan banyak perusahaan dan mengumpulkan banyak uang. Uang-uang tersebut hanya ia gunakan sebatas keperluan saja, sehingga tabungan dan depositonya pun menumpuk di bank.
Belalang juga sosok yang rajin. Ia juga seorang pekerja keras. Tetapi ia jarang menabung. Seluruh uangnya dihabiskan begitu saja untuk memuaskan keinginannya. Belalang juga sering mentertawakan prinsip Semut tersebut. “Hidup hanya sekali, maka dinikmati saja!” katanya.
Beberapa bulan kemudian, saat musim dingin tiba semua sektor pertanian harus berhenti.
Mata Ayah
Cerita ini berawal di sebuah sudut kota. Disana ada seorang remaja, sebut saja namanya Den. Di rumah, Den cuma hidup dengan ayahnya. Kakak-kakak Den sudah menikah dan tidak tinggal di rumahnya lagi. Den adalah seorang siswa kelas 2 SMU. Den juga suka bermain sepak bola. Ia sangat menyukai olah raga itu. Den cukup aktif di dalam klub sepak bola di kotanya. Den mendapat dukungan yang sangat kuat dari ayahnya akan hobinya tersebut.
Den berlatih sepak bola dengan timnya tiga kali seminggu. Sesekali timnya juga mengikuti beberapa kompetisi dan beberapa kali pernah menang. Seperti kali ini, timnya sedang mengikuti sebuah kejuaraan sepak bola yang cukup bergengsi. Pertandingan demi pertandingan dilalui dengan lancar hingga membawa tim tersebut ke babak grand final yang akan diselenggarakan hari sabtu nanti.